Malam ini, kembali saya terkena insomnia akut yang membuat mata sulit untuk dipejamkan rapat-rapat.
Hasrat untuk kembali membiarkan jari menari diatas deretan huruf dan menatap layar datar belasan inci dihadapan saya membuat saya kembali menggeliat. Bangun dari hibernasi singkat.
Playlist berputar acak dan pada saat saya menjetikkan kata demi kata pada lembaran dunia maya, "I Won't Give Up"-nya Jason Mraz mengalun.
Kembali saya diingatkan akan #dia yang begitu rapat mengisi hati, otak dan juga mimpi beberapa minggu belakangan ini.
Seorang biasa yang begitu luar biasa. Setidaknya begitu menurut saya.
Betapa tidak?
Saya yang biasanya akan sangat emosi [juga frustasi] jika dinomorduakan dan akan menjadi berapi-api jika tidak ditanggapi kini bisa begitu mudah berkompromi dengan hal-hal yang #dia cintai; meski seringkali membuat saya harus sedikit menahan diri.
Entah ada hubungannya atau tidak dengan rasi perbintangan yang menakdirkan saya 'jatuh' dalam bagan Aries, yang katanya sih, mereka yang lahir dibawah naungan zodiak berlambang kambing jantan ini selalu ingin jadi yang nomor satu dalam segala hal. Ya untuk urusan cinta, keluarga, pertemanan hingga karir.
Datang untuk menang dan istilah kalah sama sekali ngga masuk dalam daftar.
Terkesan arogan? Well, mungkin karena Aries memang adalah zodiak yang memang ada di jajaran pertama jika dihubungkan dengan teori astrologi.
But, we're not here to discuss how Arian I am, are we?
Banyak hal yang masuk dalam list "things he'd love to do"-nya. #dia baru saja menemukan keasyikan baru dan tambatan hati lain, selain saya dan beberapa hal lainnya.
Entah jika diurut-urut dari nomer satu hingga kesekian, ditempat keberapa saya diletakkannya.
Saya enggan bertanya [lagi] sambil berdoa siapa tahu suatu waktu #dia berinisiatif merubah penempatannya.
Saya pun berlomba mencuri perhatiannya disela-sela waktu sibuknya yang seringkali berujung pada habisnya kuku jari saya gigiti karena lagi-lagi saya harus menghabiskan hari sendiri.
Kecewa? Iya, pasti.
Untuk marah, saya ngga rela. #dia terlalu berharga untuk saya bombardir dengan gumpalan emosi sesaat yang bisa beranak-pinak jadi lontaran maha dahsyat jika diberi celah.
Tapi lucunya, semua rasa dongkol hilang ketika saya tahu betapa bahagianya #dia bisa melakukan semua yang #dia suka.
Dia sebut saya "gombal", ketika saya bilang saya sudah cukup terhibur walau saya hanya bisa melihat senyumnya dari balik kaca atau sekedar melihat bayangnya dari kejauhan disaat jarak menyekat tidak bersahabat.
Ini gila, tapi juga sama nyatanya.
Bahagianya ya bahagia saya juga tanpa ada embel-embel terpaksa atau bahkan memaksakan rasa.
Sama seperti malam ini ketika mata saya tertumbuk pada goresan pena virtualnya tentang mimpi-mimpinya dan beberapa prosa tentang apa yang #dia rasa, tanpa terasa ada sesuatu yang hangat mengalir dari pelupuk mata.
Ketika tersadar, basah sudah pipi saya oleh air mata.
Entah mengapa,
saya ikut tertawa ketika dia bercerita tentang hal-hal yang membuat #dia terbahak;
ikut tersayat ketika hatinya terluka dan membuatnya lara
juga larut dalam haru disaat menyelami berbagai harap dan angan yang mampu terbaca disana.
"A Thousand Years"-nya Christina Perry menutup lamunan saya. It's nearly 3 in the morning.
Saatnya menyudahi tulisan ini sebelum akhirnya saya meracau lebih lama lagi dan semakin mengingini #dia hadir disini.
Ada doa yang terselip ketika saya kembali mengingat #dia malam ini, agar semua yang indah jadi nyata, membawa si pengejar matahari berlari lebih tinggi menggapai mimpi
Untuk #dia, tak mengapa jika saya harus berpacu dengan waktu atau bahkan menunggu.
Memang hanya #dia, yang saya perlu. Kemarin, saat ini, dan jika Sang Pemberi Hidup ridha, sampai nanti, nanti, nanti dan nantinya lagi...
Goodnite *kriwil, love you so!
Sleep tight, don't let the bad bugs, bite