Ketika pagi ini saya mematut-matut diri di depan kaca kamar kos saya yang tidak seberapa besarnya, alangkah lucunya ketika refleksi bayangannya menatap saya balik.
Saya tersadar bahwa saya kini tidak sendiri.
Ada yang lain mendampingi. Ah, akhirnya!
Bentuk boleh berbeda, yang satu jenis kelaminnya wanita (meski kadarnya tak 100% lemah-gemulai seperti wanita-wanita kebanyakan) dan yang satunya pria.
Kesamaannya? Banyak!
Beberapa hari ini saya terkaget-kaget menemukan banyak fakta bahwa pria luar biasa yang kini mendampingi saya berbagi banyak hal menarik yang selalu masuk dalam daftar 'to-do list' saya.
Mulai dari cerita sederhana soal warna kesukaan, walaupun keduanya penggila berat elemen warna hitam yang ternyata diam-diam punya kecintaan yang sama pada warna hijau spotlight yang selalu mencuri perhatian setiap kali kami berjalan-jalan hingga ke urusan masa depan.
Sama-sama bermimpi akan rumah yang menyatu dengan alam dan dibangun dengan elemen kesukaan; kayu.
Keseharian kami juga tidak jauh berbeda.
Kami penggila segala sesuatu yang manis (seperti kami, maybe?).
Mulai dari es krim cone restoran cepat saji hingga ke slurpee dan kecap manis teman makan wajib kami.
Kami sama-sama tidak bisa menahan bahagia setiap kali masuk Gramedia (atau toko lain sejenisnya) dan kemudian berdebat tentang buku sastra yang layak baca.Membelinya dan kemudian membagikan isinya.
*paused: sebentar, saya tidak bisa menahan tawa ketika mengetikkan ini semua*
Kami juga kini memakai kaca mata yang sama bentuk (merek dan juga harganya, haha), meski berbeda kutubnya.
Yang satu + dan satunya lagi -
Kata pasangan saya, "tidak mengapa, dua kutub yang berbeda malah akan menghasilkan daya tarik-menarik yang luar biasa"
Kekaguman saya bertambah ketika saya mengetahui bahwa pria pintar yang sudah berhasil mencuri hati saya ini juga menghargai hal-hal simpel yang terbagi setiap hari dan tetap menganggapnya istimewa.
Saya kini tidak perlu lagi takut menjadi diri sendiri, karena bersamanya melakukan hal-hal gila pun bisa jadi bahan tertawaan bersama.
Ketidaksempurnaan kami malah menjadi terasa sempurna ketika kami bersama.
Betapa saya bangga menyebutmu pasangan jiwa.
Akhirnya setelah sekian lama, yang tadinya dua kini benar-benar sudah melebur jadi satu
Saya tersadar bahwa saya kini tidak sendiri.
Ada yang lain mendampingi. Ah, akhirnya!
Bentuk boleh berbeda, yang satu jenis kelaminnya wanita (meski kadarnya tak 100% lemah-gemulai seperti wanita-wanita kebanyakan) dan yang satunya pria.
Kesamaannya? Banyak!
Beberapa hari ini saya terkaget-kaget menemukan banyak fakta bahwa pria luar biasa yang kini mendampingi saya berbagi banyak hal menarik yang selalu masuk dalam daftar 'to-do list' saya.
Mulai dari cerita sederhana soal warna kesukaan, walaupun keduanya penggila berat elemen warna hitam yang ternyata diam-diam punya kecintaan yang sama pada warna hijau spotlight yang selalu mencuri perhatian setiap kali kami berjalan-jalan hingga ke urusan masa depan.
Sama-sama bermimpi akan rumah yang menyatu dengan alam dan dibangun dengan elemen kesukaan; kayu.
Keseharian kami juga tidak jauh berbeda.
Kami penggila segala sesuatu yang manis (seperti kami, maybe?).
Mulai dari es krim cone restoran cepat saji hingga ke slurpee dan kecap manis teman makan wajib kami.
Kami sama-sama tidak bisa menahan bahagia setiap kali masuk Gramedia (atau toko lain sejenisnya) dan kemudian berdebat tentang buku sastra yang layak baca.Membelinya dan kemudian membagikan isinya.
*paused: sebentar, saya tidak bisa menahan tawa ketika mengetikkan ini semua*
Kami juga kini memakai kaca mata yang sama bentuk (merek dan juga harganya, haha), meski berbeda kutubnya.
Yang satu + dan satunya lagi -
Kata pasangan saya, "tidak mengapa, dua kutub yang berbeda malah akan menghasilkan daya tarik-menarik yang luar biasa"
Kekaguman saya bertambah ketika saya mengetahui bahwa pria pintar yang sudah berhasil mencuri hati saya ini juga menghargai hal-hal simpel yang terbagi setiap hari dan tetap menganggapnya istimewa.
Saya kini tidak perlu lagi takut menjadi diri sendiri, karena bersamanya melakukan hal-hal gila pun bisa jadi bahan tertawaan bersama.
Ketidaksempurnaan kami malah menjadi terasa sempurna ketika kami bersama.
Betapa saya bangga menyebutmu pasangan jiwa.
Akhirnya setelah sekian lama, yang tadinya dua kini benar-benar sudah melebur jadi satu