You'll Know Me As...

My photo
Jakarta, Indonesia
Founder of @ProjekMimpi - a reality book and workshop project. Founder of @LenteraMahadaya - a non profit organization for Muallaf / Muslim convert Proud owner of Love Actually Planner @LA_Planner + @Lady Mosh Invaders [Rockin' clothing line for hijabers] @LadyMoshInvader - Twinkle Twinkle(band) Manager @thetwinkstars. Media / Promotion Manager of @KitchenDeath gothic band Jakarta - a rebel. a lover. a dreamer. a believer. a fighter. lately a muallaf. loves writing fiksimini and blogging. an ordinary someone with XTRAordinary dreams. a proud SINGLE mother of one adorable metalhead son \m/ .that i can be a bitch most of the times [err in a positive way I suppose?] .hopelessly romantic ordinary woman - LOOKING FOR that special someone to fill in the 'gap' and help making me whole; again -

Monday, September 5, 2011

Ketika "Kelebihan" Jadi Terasa Berlebihan

















Ngga ada orang yang ingin jadi biasa-biasa saja.
Begitu juga saya.
Hidup normal dan berjalan mengikuti standar sangat ngga menarik di mata saya.
Makin absurd makin saya suka!
Tapi sepertinya kali ini saya kena batunya.
"Kelebihan" berbalik jadi beban yang berlebihan.
Saya semakin tenggelam dalam pusaran yang mematikan, antara yang nyata dan yang maya, bahkan diantara keduanya.
Ya, "indera perasa" saya memang agak sedikit berbeda dari kebanyakan manusia lainnya.
Saya bisa 'berjalan' diantara 'ada' dan 'tiada' tanpa harus meninggalkan ke-'manusia'-an saya.
Semakin bingung membacanya? Saya juga kikuk entah harus menjelaskan dari mana agar mudah dicerna.


Awalnya biasa saja. Seperti wajarnya anak umur 13-tahun lainnya.
Sekian belas tahun yang lalu cerita ini bermula.

Yang tidak lazim, saya bisa melihat yang tidak kasat mata, menembusi dimensi yang berbeda dan hampir setiap hari meregang nyawa hanya untuk terbangun dari tidur.
Jika banyak orang harus berebutan tiket pesawat untuk bisa merasakan sensasi terbang melintasi pegunungan atau lautan, saya hanya cukup memejamkan mata dan 'voila!' - terbang melayang pun sudah jadi hal yang biasa.
Raga boleh saja pulas terbaring di atas tempat tidur berukuran 120 x 80, disaat yang sama sukma bebas melenggang pergi.
Jika banyak yang penasaran akan masa depan, saya hanya cukup bermimpi dan rentetan kejadian yang akan terjadi bersegera melintas berganti-ganti.
Jika ingin tahu apa yang terjadi dengan mereka yang dekat di hati, cukup gunakan telepati dan tanpa perlu tergantung sinyal atau koneksi, jalinan komunikasi lancar terbagi.

Ah! Pasti saat ini sudah banyak dahi yang berlipat dan entah berapa banyak lagi mata yang terangkat tidak percaya.
Pasti saya akan dibilang 'ngelindur' jika bertutur tentang hal yang tak bisa dinalar oleh logika.
Entah harus bersyukur atau mengumpat kepada 'sang pemberi mandat'
Tapi yang jelas saya sekarang sedang merasakan hidup saya sedang di ambang sekarat.
Sudah tidak menyenangkan lagi rasanya harus terus-menerus melihat kelamnya hitam sementara dunia yang saya diami cerah berwarna.
Semakin hari semakin takut untuk sekedar memejamkan mata karena untuk kesekian kalinya sebelum orang-orang tercinta tiada, saya melihat mereka hadir melintasi mimpi. Dan dalam hitungan hari, saya harus menghadapi kenyataan bahwa mereka harus pergi tanpa akan pernah kembali.
Apa enaknya melihat manusia tanpa organ yang sempurna berserakan di sebuah bangsal rumah duka atau bertemu jiwa-jiwa terhilang di perbatasan yang inginkan jawaban atas sebuah kematian?

Entahlah.
Saya hanya ingin seperti orang-orang normal lainnya yang punya hak untuk tertidur pulas tanpa takut disambangi mimpi yang membuat bulu kuduk berdiri.








Rindu Itu Ibarat Candu dan Candu Itu Kamu

Baru masuk hitungan hari sejak terakhir kali bersama, tapi rindu yang terasa hampir saja membuat saya gila.
5 September - waktu menunjukkan pukul 17:55, untuk kesekian kalinya dalam hari ini saya memikirkannya.
Satu-satunya yang membuat lega adalah saya masih bisa menikmati pemikiran-pemikirannya yang terangkai dalam jutaan kata sarat makna ketika si dia nun jauh disana.

Enggan beranjak dari tempat saya duduk demi melahap baris demi baris kata sambil tak henti berdecak kagum dan gelengkan kepala ketika banyak hal yang disinggungnya bersamaan dengan cara pandang saya tentang kehidupan.
Ibarat kue nastar yang kami gila-i, setiap sensasinya selalu hadirkan rasa ingin lagi, lagi dan lagi. Enggan berhenti.
Biarpun entah sudah berapa banyak yang tercerna, masih saja mengiba untuk bisa gerogoti remahnya.


Kata orang, semut mati akibat gula; karena terlalu banyak rasa manis yang menjejali tubuh mungilnya.
Namun jika bicara soal "manis"nya cinta, sebanyak apapun rasa manis yang terserap, selalu saja ada ruang untuk asupan demi asupan berikutnya.

Apa relevansinya antara manisnya jalinan kata, cinta, kue nastar yang menggoda dengan candu? Semuanya mengingatkan saya akan: kamu!
Dan semakin saya ingat, semakin saya inginkan lagi, lagi, lagi dan lagi.

Sebuah Curhat Menyoal Rasa

Hari pertama kembali bekerja otak saya sedang tidak sinkron dengan mata dan koordinasi gerak saya.
Di kepala tersirat A, yang teraplikasikan malah bisa jadi Ab, B, C atau malah bahkan D.
Jadi maaf sekali Boss, seperti-nya saya harus memulai hari pertama saya bekerja hari ini dengan blogging saja agar saya tidak jadi semakin gila.
Ibarat besi kurang oli, seret. Dibuka paksa juga percuma, yang ada malah berantakan semua.

Well, and the story goes like this...

Berawal dari keisengan (yang disengaja tepatnya) membuka blog pasangan saya dan menilik satu persatu isinya hingga ke akar-akarnya , membuat saya agak sedikit sakit kepala.
Dari kepala, turun ke hati. Ada percikan cemburu yang menari-nari. Membuat dada bergemuruh tiada henti dan jantung berdegup seakan lari.
"Oh, no!" saya terserang gejala penyakit baru-kah?

Teringat akan sebuah stiker yang menempel dengan manisnya di laci kamar pasangan saya "kata adalah senjata", saya mulai kembali menelaah apa yang terpapar di halaman penuh cerita miliknya.
Tanggal posting-nya memang sudah lalu dan sudah tergantikan banyak cerita baru.
Tapi entah mengapa, rasanya masih seperti baru kemarin. Ngilu. Ibarat ada benda asing yang menelusup ke dalam lapisan kulit. Begitu mengganggu.
"Heran, rasa sakit kok dipelihara", saya mulai mengutuki diri sendiri dan menuding-nuding hati yang selalu beradu dengan logika dan fakta.
Ya, tapi tetap saja, biar diusir-usir dengan paksa, jejaknya masih tertinggal disana.
Saya jadi mulai membanding-bandingkan, apakah saya sebaik dia yang lama ataukah malah kebalikannya?
Berbagai tanya akan "mengapa, apa, siapa dan lalu bagaimana" seakan berebutan berlalu-lalang di kepala.
Bikin macet logika saja.

Gerah. Saya putuskan untuk basahi tenggorokan dengan segelas air dingin.
Lega? Tidak juga. Tapi setidaknya saya sudah ketemu jawabnya.
Sepertinya saya sedang kena sindrom "cemburu buta"
Cemburu sudah pasti karena objek yang dicemburui adalah juga wanita.
Buta? Ya karena saya masih rajin mengutak-atik kenangan lama dan membacanya dengan kaca pembesar pula! Akhirnya hal yang sebenarnya biasa jadi seolah tampak seperti raksasa yang siap menelan saya.

Saya seolah terlupa bahwa sebersih apapun sebuah goresan berusaha dihapus, tetap masih akan ada bekasnya. Mungkin saja bisa kembali putih, tapi tidak akan jernih.
Yang bisa saya lakukan sekarang hanyalah berusaha memberikan warna terbaik pada kanvas putih yang sudah dipercayakan kepada saya untuk didekorasi dan berharap bahwa pada akhirnya nanti warna yang saya bubuhkan bisa sepenuhnya mengisi bagian-bagian yang diperlukan.

Biar saja rasa takut kehilangan yang senang menyembul-nyembul ini saya gantikan dengan curahan perhatian bagi pasangan tersayang sambil tetap memberikan ruang baginya untuk tetap menjadi dirinya. Berkaya tanpa takut bermain kata.
Bukankah apa adanya dia yang membuat saya jatuh cinta? Kenapa harus jadi terobsesi untuk merubahnya?
Ketakutan yang saya punya hanya akan membuat penat kepala, otak, hati dan rasa saja. Buang-buang energi.
Saya hanya cukup lakukan yang terbaik, menyerahkan-NYA kepada Sang Khalik penguasa kehidupan dan berjalan dengan pengharapan bahwa saya dan pasangan diciptakan untuk saling berjalan beriringan, hingga maut memisahkan.

Insya Allah.